Kasus Penyelewengan BBM di Bintan, Seorang Pengusaha Ikan Jadi Tersangka

Truk bermuatan drum milik tersangka yang digunakan untuk mengangkut BBM. f. Gotvnews/Mhd.

GOTVNEWS, Bintan - Satreskrim Polres Bintan menetapkan seorang pengusaha ikan berinsial TA (52) sebagai tersangka kasus penyelewengan BBM subsidi.

Kasi Humas Polres Bintan IPTU Missyamsu Alson menyatakan bahwa pengusaha TA telah ditetapkan menjadi tersangka. "Ya sudah ditetapkan menjadi tersangka," tuturnya.

Tersangka TA meraup keuntungan dari tiap kapal nelayan yang tidak memiliki rekomendasi. "Dari tiap liter tersangka mendapat keuntungan sebesar Rp. 850, dengan keuntungan perbulan bisa mencapai Rp. 68 juta," tambahnya.

Adapun kronologis kejadian yakni pada bulan Agustus 2022, TA mengurus dokumen kapal untuk mendapatkan Surat rekomendasi BBM subsidi jenis solar, yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Bintan, sebanyak 30 kapal nelayan yang dikelolanya dengan Gross Tonnage berbeda-beda dari ukuran 6 GT hingga 30 GT.

"Dari 30 surat rekomendasi tersebut, didapat total 80.000 liter kuota BBM subsidi jenis solar, TA melakukan pengambilan BBM tersebut di lokasi yang ditunjuk sesuai surat rekomendasi, dengan harga Rp 5.150 per liter," jelas Alson.

Setelah itu, BBM tersebut ditampung di tangki minyak yang berada di gudang usaha ikan milik tersangka, lalu diisikan ke kapal para nelayan yang tidak memiliki rekomendasi dengan cara utang, yang kemudian pembayarannya dilakukan setelah para kapal nelayan pulang dari menangkap ikan, dengan harga yang lebih tinggi yaitu Rp 6.000,- perliter.

Polisi mengamankan barang bukti yang berupa 2 buku catatan pengeluaran BBM subsidi jenis solar, 1 map biru berisi catatan pengambilan dan pembayaran BBM subsidi solar oleh nelayan,1 unit mobil lori BP 9608 TU, berisi 21 drum ukuran 220 liter, yang digunakan sebagai sarana pengambilan BBM solar nelayan, serta 2 jerigen ukuran 30 liter berisi BBM jenis solar.

"T.A. dijerat dengan Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman maksimal Penjara 6 tahun, dan denda maksimal 60 milyar rupiah," tutupnya.(Mhd)

Comments